Dalam konteks ini
memang agak aneh didengarnya, namun apakah kita mengetahui bahwa sebenarnya
siswa yang belajar dilembaga pendidikan merupakan hak bebas dalam menerima,
mengkritik, memberi solusi/saran/masukan, dalam kelangsungan pendidikan mereka.
Bukan hal yang bisa dispelekan begitu saja, namun akan menjadi persoalan serius
untuk mendirikan karakter bangsa dalam hal pendidikan generasi mudanya. Memang
kadang terlihat sengaja atau tidak yang jelas konteks ini sering dikeluhkan
oleh banyak generasi muda, mereka seolah ingin berontak dengan budaya bangsa
seperti ini, ingin teriak sekencang-kencangnya. Mengambil jalan lain dalam
bertindak untuk kehidupannya dalam mencari ilmu, seperti membuat organisasi,
kelompok atau hal semacamnya yang membuat mereka bangkit dari tidurnya hak
dalam keterbatasan lembaga pendidikan formal. Mengambil contoh pada negeri
sakura Jepang, negara yang merupakan paling aktif dalam generasi mudanya.
Pemuda disana lebih banyak bergerak dalam hal mengekspresikan dirinya, ini
bukan karena pendidikan formal nya yang bagus, tapi ini soal kebijakan negara
nya yang menegaskan bahwa ”pemuda merupakan kedua tangan dari negaranya”. Ini
jelaslah menjadi kepercayaan diri pemuda nya dalam hidup untuk menerima
pendidikan dan berkarya. Banyak hal positif yang mereka lakukan sesuka hati,
banyak hal yang mereka kerjakan untuk negara nya, dan banyak pula hasil mereka
yang sangat dihargai oleh dunia. Janganlah heran bahwa negara ini menjadi
negara yang maju, negara yang terus meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya
dan negara yang menjadikannya displin dalam keberlangsungan hidup. Memang
terlalu singkat contoh dari segi kehidupan di negara Jepang. Namun Indonesia
merupakan pokok perbincangan utama dalam pembahasan ini.
Kembali lagi soal
suara pemuda Indonesia saat ini, yang mana mereka hanya bisa diam ditengah
desakan lembaga pendidikan yang semakin tidak memerdulikan suara dari muridnya
dan hanya mementingkan hasil/nilai dari bidang studinya. Seorang murid yang aktif
dalam sekolah nya hanya bisa pasrah karena sikap dari para guru yang hanya
mementingkan tentang bagaimana dirinya member ilmu kepada murid, bekerja sesuai
suarat perintah kerja, dan member nilai pada murid dari lembaga nya, sedangkan
aktifitas penting dan komunikasi yang menjurus pada hal perdebatan dan
perbincangan jarang sekali terjadi. Ini merupakan potret yang memalukian dari
banyak nya contoh yang ada di negeri kita. padahal dalam keadaan nyata muridlah yang
mencari ilmu dan membutuhkan semua fasilitas termasuk hak dalam berpendidikan,
tetapi sangat disayangkan ketika fasilitas utama yakni “guru” hanya merupakan
panduan sedikit ilmu yang membuat generasi pelajar menjadi tidak aktif dan
hanya bisa menerima begitu saja pada situasi pendidikan di negeri nya sendiri.
Seolah mereka memang tampak diam dan berprestasi, tapi tidak lebih dari itu
banyak hal yang mereka belum puas dalam karier nya mereka sendiri dalam hal
berpendidikan. Pada hal ini sebenarnya murid memanglah objek dari suatu subjek
pada lembaga pendidikan, tapi apakah “mereka” memahami bagaimana cara membuat
objek mereka menjadi sangat luar biasa dan berprestasi untuk negaranya ?
Proses- proses memang
telah dikerjakan pemerintah untuk mengantisipasi masalah ini, bahkan banyak
pihak pun yang mendukung nya. Kita
seharusnya sadar sebagai pemuda/generasi penerus bangsa tidaklah lemah dan kaku
dalam menguasai sepenuh ilmu yang telah kita dapat, kita masih dapat berkembang
dan terus berkembang untuk mendapatkan semua apa yang kita inginkan, dan memang
butuh keberanian untuk mengalahkan semua permasalahan ini. Jangan lagi menjadi
generasi penerus yang hanya bisa terjajah dan larut oleh budaya- budaya buruk
di negeri sendiri, tetapi lebih jauh dari itu kita bisa menjadi penolong sesama
sebagai penyadar dari penjajah pendidikan yang terus berjalan disekitar kita.